Potret dari Atas Langit Usaha Warga Negara Indonesia
“Ketika rakyat bekerja, negara menjaga, dan swasta berinovasi — ekonomi gotong royong menjadi harmoni kehidupan.”
Indonesia bukan hanya kaya sumber daya, tetapi juga kaya nilai dan kebijaksanaan.
Dalam pandangan dari “atas langit Nusantara”, tampak tiga pilar ekonomi yang menjaga keseimbangan negeri:
Koperasi & Mutual sebagai hati, BUMN sebagai tulang, dan Swasta sebagai otot bangsa.
Pandangan dari Atas Langit
Memandang Indonesia sebagai Sebuah Ekosistem Besar
Bayangkan kita naik tinggi ke langit Nusantara — dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Rote.
Dari ketinggian itu, Indonesia tampak bagai mosaik emas: laut membiru, hutan menghijau, tanah subur bergelombang, dan manusia bekerja dalam denyut semangat gotong royong.
Namun di balik panorama itu berdiri kokoh tiga pilar utama perekonomian nasional — penopang cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia:
Koperasi & Mutual / Usaha Bersama (Ekonomi Rakyat)
BUMN & BUMD (Ekonomi Negara)
BUMS / Swasta (Ekonomi Pasar)
Ketiganya berpijak pada Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
Dalam metafora burung Garuda, Koperasi dan Usaha Bersama (Mutual) adalah sayap kiri yang menjaga keseimbangan sosial; Swasta dan Pasar adalah sayap kanan yang memberi dorongan inovasi; sedangkan BUMN dan BUMD adalah tubuh dan kepala yang memastikan arah penerbangan bangsa menuju kemakmuran yang seimbang dan berkeadilan.
Struktur Hukum Badan Usaha
Arsitektur Ekonomi Gotong Royong
Setiap aktivitas usaha di Indonesia berdiri di atas fondasi hukum yang kokoh.
Sistem badan usaha nasional mencerminkan arsitektur ekonomi demokratis — tempat rakyat, negara, dan dunia usaha tumbuh bersama dalam koridor hukum yang taat azas dan adil.
Di lapisan dasar berdiri usaha perseorangan, firma, dan CV sebagaimana diatur dalam KUHD dan KUH Perdata — wujud ekonomi rakyat tradisional yang bertumpu pada kepercayaan dan tanggung jawab pribadi.
Di atasnya lahirlah Perseroan Terbatas (PT) dan Perseroan Perorangan (PT UMK) (UU No. 40 Tahun 2007 jo. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja) — membuka jalan bagi UMKM naik kelas ke ranah formal.
Selanjutnya, Koperasi berdiri berdasarkan UU No. 25 Tahun 1992 dan PP No. 7 Tahun 2021, berasaskan kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Kini, koperasi memperoleh legitimasi baru melalui UU No. 4 Tahun 2023 (P2SK) — dan khususnya Bab VII tentang Usaha Bersama (Mutual) — yang menegaskan prinsip mutual ownership dan risk-sharing.
Selain itu, lembaga penjaminan dihadirkan untuk penguatan dan pengembangan ekosistem UMKM & Koperasi dengan dasar hukum tersendiri yaitu UU No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
Untuk sektor publik, berlaku UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN (Perum dan Persero), kini direvisi melalui UU BUMN Tahun 2025, memperkenalkan pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dan Badan Pengatur BUMN (BP BUMN)— dua institusi baru yang memperkuat tata kelola dan efisiensi BUMN.
Sementara di tingkat daerah, PP No. 54 Tahun 2017 menjadi dasar hukum utama bagi BUMD (Perumda & Perseroda).
Kerja sama modal domestik dan asing dijamin oleh UU No. 25 Tahun 2007 (Penanaman Modal).
Semua struktur ini membentuk ekosistem ekonomi gotong royong — rakyat sebagai penggerak, negara sebagai penjaga, dan swasta sebagai pengembang inovasi — berlandaskan prinsip adil, transparan, berkelanjutan, dan berkeadilan sosial.
Peta Penduduk dan Ekonomi Rakyat
Bonus Demografi sebagai Tenaga Langit.
Dengan 280 juta penduduk, di mana 150 juta jiwa berada pada usia produktif, Indonesia memegang bonus demografi terbesar keempat di dunia.
Menurut KemenkopUKM (2025), terdapat 66 juta unit usaha aktif, dan 99,9% di antaranya adalah UMKM — motor sejati ekonomi rakyat.
Distribusi tenaga kerja mencerminkan keseimbangan tiga pilar ekonomi nasional:
80% di sektor koperasi, mutual, dan swasta,
15% di BUMN/BUMD dan sektor publik,
5% di lembaga sosial.
Lebih rinci, sekitar 58–60% tenaga kerja Indonesia masih berada di sektor informal — mencakup pekerja mandiri, buruh harian, pedagang kecil, serta pelaku usaha mikro keluarga.
Sementara 40–42% lainnya bekerja di sektor formal — Industri, Jasa, BUMN, ASN Lembaga / Kementerian, TNI & Polri serta swasta.
“Sektor informal adalah jaring pengaman ekonomi rakyat, sementara sektor formal adalah mesin produktivitas bangsa — keduanya ibarat dua lapisan tanah subur penyangga ekonomi Indonesia.”
Bonus demografi ini adalah bahan bakar ekonomi langit Indonesia. Bila diarahkan melalui pendidikan vokasi, digitalisasi, dan tata kelola yang bijak, ia akan menjadi kekuatan besar menuju Indonesia Emas 2045.
Pilar Pertama — KOPERASI & MUTUAL
Ekonomi Rakyat yang Berakar di Hati Bangsa
Koperasi adalah roh ekonomi Pancasila, tempat demokrasi ekonomi berakar dan nilai kemanusiaan hidup.
Lebih dari 150 ribu koperasi aktif dengan 30 juta anggota tersebar di seluruh negeri — menjadi rumah bagi petani, nelayan, pedagang, dan pelaku mikro.
Kini koperasi berevolusi menjadi Platform Cooperative — koperasi digital yang terhubung dengan lembaga penjaminan dan sistem keuangan syariah.
Koperasi adalah hati ekonomi bangsa — menumbuhkan kemakmuran tanpa menanggalkan nilai kemanusiaan.
Pilar Kedua — BUMN & BUMD
Ekonomi Negara dan Kedaulatan Rakyat
BUMN dan BUMD adalah tulang punggung kedaulatan ekonomi nasional.
Mereka hadir di sektor vital — energi, pangan, transportasi, keuangan, telekomunikasi, dan logistik — memastikan rakyat tidak menjadi penonton di negerinya sendiri.
Transformasi holdingisasi dan restrukturisasi BUMN melalui BPI Danantara dan BP BUMN (UU BUMN 2025) menandai era baru:
menuju Smart State Enterprise — efisien, transparan, dan berorientasi ESG.
BUMN adalah tulang bangsa, menegakkan kemandirian fiskal dan menjaga keberlanjutan ekonomi.
Pilar Ketiga— BUMS / SWASTA
Inovasi, Kompetisi, dan Daya Saing Nasional
Sektor swasta adalah otot pertumbuhan dan inovasi bangsa.
Lebih dari 140 juta orang bekerja di sektor ini — dari industri padat karya hingga startup digital dan teknologi hijau.
Swasta menjadi mitra strategis BUMN dan Koperasi dalam rantai nilai nasional, mendorong inclusive growth dan shared prosperity.
Ia adalah otot bangsa — menggerakkan ekonomi, membuka lapangan kerja, dan menanamkan nilai kompetisi yang sehat berbasis moral kebangsaan.
“Ekonomi rakyat tanpa negara akan rapuh. Negara tanpa swasta akan lamban. Swasta tanpa rakyat akan timpang.”
Sinergi Tiga Pilar
Ekonomi Pancasila dalam Praktik Kehidupan
Koperasi menjamin pemerataan.
BUMN menjamin kedaulatan.
Swasta menjamin kemajuan.
Ketiganya berpadu membentuk Ekonomi Pancasila — sistem khas Indonesia yang menolak ekstrem kapitalisme maupun sosialisme, dan menjunjung tinggi gotong royong sebagai jantung pembangunan nasional.
Potensi dan Anugerah Tuhan
Geoekonomi & Geostrategi Nusantara
Indonesia adalah poros dunia tropis, karunia Tuhan yang luar biasa.
Dengan 55 juta hektare lahan pertanian produktif, 6,4 juta km² laut, 17.000 pulau, dan kekayaan sumber daya seperti nikel, emas, migas, serta rare earth — Indonesia memiliki modal geoekonomi tak tertandingi.
Letaknya di antara dua samudra dan dua benua menjadikan Indonesia jantung Indo-Pasifik — pusat pangan, energi hijau, dan logistik dunia.
Namun kekayaan ini bukan sekadar sumber devisa, melainkan amanah ilahi untuk kemaslahatan rakyat dan generasi mendatang.
Perspektif Geoekonomi, Geostrategis, dan Geopolitik
Geoekonomi: transformasi menuju ekonomi berbasis nilai tambah melalui hilirisasi, industrialisasi hijau, dan digitalisasi perdagangan.
Geostrategis: Poros Maritim Dunia (Perpres No. 16 Tahun 2017) menegaskan peran strategis Indonesia sebagai simpul logistik dan ekonomi biru global.
Geopolitik: Indonesia tampil sebagai penyeimbang dunia yang bebas aktif — menjembatani Timur dan Barat dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan.
“Ketika tiga pilar ekonomi berpadu dengan kesadaran hukum, geoekonomi, dan geopolitik berdaulat — Indonesia tak hanya kuat di bumi, tetapi bersinar di langit dunia.”
Kolaborasi Talenta Muda & Kepemimpinan Negara
Jalan Tengah Menuju Masa Depan
Keberlanjutan sistem ekonomi gotong royong hanya akan terjaga bila ada kolaborasi lintas generasi.
Negara menjadi dirigen besar, mengorkestrasi potensi talenta muda — inovator, pelaku UMKM digital, dan diaspora profesional — agar terlibat aktif dalam pembangunan nasional.
Melalui kebijakan inklusif dan berbasis meritokrasi, tercipta symphony ekonomi di mana:
Negara menjadi konduktor,
Swasta menjadi instrumen inovasi,
Rakyat menjadi jantung harmoni.
Harmoni dari Langit Nusantara
Pancasila sebagai Bintang Penuntun
Dari langit Nusantara tampak tiga kekuatan besar berputar dalam harmoni: rakyat yang bekerja, negara yang menjaga, dan swasta yang berinovasi.
Indonesia bukan hanya kaya sumber daya, tetapi juga kaya nilai, hukum, dan kebijaksanaan.
Pancasila, konstitusi, dan sistem ekonomi gotong royong menjadi fondasi kokoh menuju masa depan yang berdaulat dan berkeadilan.
Indonesia Emas 2045 — Gotong Royong, Hijau, Berdaulat, dan Berkeadilan
Tulisan ini dipersembahkan sebagai ikhtiar menebar energi positif untuk kemaslahatan dan kemanfaatan generasi penerus — agar ekonomi Indonesia tumbuh dengan iman, ilmu, dan keadilan sosial.
Fastabiqul khairat — berlombalah dalam kebaikan.
Diding S Anwar (dsa)
