
Fiduciary duty merupakan prinsip fundamental dalam industri penjaminan yang menuntut Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk bertindak dengan penuh tanggung jawab, transparan, dan berintegritas dalam mengelola perusahaan demi kepentingan pemangku kepentingan.
Prinsip ini tidak hanya mencakup tanggung jawab hukum, tetapi juga etika bisnis dan moralitas, guna memastikan keberlanjutan usaha, pengelolaan risiko yang baik, serta kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Dalam Penjaminan Konvensional, fiduciary duty berfokus pada tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris dalam memastikan bahwa perusahaan beroperasi dengan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance/GCG), melindungi kepentingan stakeholder, serta menjaga stabilitas keuangan perusahaan. Keputusan bisnis harus diambil berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudential principles) dengan memperhatikan transparansi, akuntabilitas, dan manajemen risiko yang efektif.
Regulasi seperti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) menjadi dasar hukum dalam implementasi fiduciary duty di industri penjaminan konvensional.
Dalam Penjaminan Syariah, fiduciary duty tidak hanya mencakup aspek tata kelola perusahaan yang baik, tetapi juga menuntut kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. Dewan Pengawas Syariah (DPS) memiliki peran sentral dalam memastikan bahwa setiap akad dan transaksi yang dilakukan perusahaan sesuai dengan prinsip syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Oleh karena itu, perusahaan penjaminan syariah wajib menggunakan akad yang sesuai, seperti akad kafalah dan wakalah bil ujrah, serta menghindari unsur gharar (ketidakpastian), riba (bunga), dan maysir (judi) dalam operasionalnya.
Perbedaan Implementasi Fiduciary Duty dalam Penjaminan Konvensional dan Penjaminan Syariah
Dalam penjaminan konvensional, fiduciary duty menekankan perlindungan kepentingan stakeholder melalui penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Direksi dan Dewan Komisaris harus bertindak secara profesional dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bisnis, terutama dalam pengelolaan dana dan investasi. Kinerja perusahaan harus dievaluasi secara berkala guna memastikan bahwa strategi bisnis yang diambil tetap sejalan dengan kepentingan pemangku kepentingan serta mematuhi regulasi yang berlaku.
Dalam penjaminan syariah, fiduciary duty memiliki dimensi tambahan yang berkaitan dengan kepatuhan terhadap prinsip syariah. Selain memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola perusahaan, Direksi dan DPS bertanggung jawab untuk memastikan bahwa seluruh transaksi dilakukan sesuai dengan hukum Islam. Ini mencakup pemilihan akad yang sesuai, pengelolaan dana tabarru’, serta proses klaim yang tidak mengandung unsur riba, gharar, dan maysir.
Dalam hal ini, DPS memiliki peran yang lebih aktif dibandingkan dengan Dewan Komisaris dalam penjaminan konvensional, karena mereka harus melakukan pengawasan dan validasi terhadap keputusan bisnis yang diambil oleh manajemen perusahaan.
Tantangan dalam Implementasi Fiduciary Duty
Meskipun fiduciary duty telah diatur dalam regulasi, implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama dalam industri penjaminan konvensional adalah konflik kepentingan dalam manajemen risiko. Direksi dan Dewan Komisaris harus memastikan bahwa kebijakan yang dibuat tidak hanya menguntungkan pihak tertentu, tetapi benar-benar melindungi seluruh pemangku kepentingan. Pengelolaan risiko yang tidak transparan dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam distribusi manfaat, yang pada akhirnya merugikan masyarakat.
Di samping itu, perusahaan penjaminan juga harus selalu menyesuaikan diri dengan regulasi yang terus berkembang. Perubahan regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun lembaga terkait lainnya sering kali memerlukan penyesuaian kebijakan dan strategi bisnis. Oleh karena itu, Direksi dan Dewan Komisaris harus selalu mengikuti perkembangan terbaru guna memastikan bahwa kebijakan perusahaan tetap relevan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam industri penjaminan syariah, tantangan terbesar adalah memastikan kepatuhan syariah yang konsisten. Setiap akad yang digunakan harus sesuai dengan fatwa DSN-MUI, sementara mekanisme klaim dan investasi dana tabarru’ juga harus dikelola dengan prinsip syariah yang ketat. DPS memiliki tanggung jawab besar dalam mengawasi proses ini, namun dalam praktiknya, masih terdapat kendala dalam hal pemahaman teknis dan koordinasi antara DPS dengan manajemen perusahaan.
Strategi untuk Mengatasi Tantangan dalam Implementasi Fiduciary Duty
Agar fiduciary duty dapat diterapkan secara optimal, diperlukan langkah-langkah strategis yang mencakup penguatan pedoman tata kelola perusahaan, peningkatan kapasitas Dewan Komisaris dan DPS, serta optimalisasi sistem pengawasan dan audit internal.
Salah satu strategi utama adalah penguatan pedoman Good Corporate Governance (GCG). Ini mencakup peningkatan transparansi dalam pengelolaan dana, penerapan kebijakan manajemen risiko yang lebih ketat, serta penegakan prinsip kehati-hatian dalam pengambilan keputusan bisnis. Dengan tata kelola yang baik, perusahaan dapat meminimalkan risiko pelanggaran fiduciary duty dan meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan.
Selain itu, peningkatan kapasitas Dewan Komisaris dan DPS menjadi langkah yang krusial. Pelatihan dan sertifikasi terkait regulasi terbaru, manajemen risiko, serta aspek syariah perlu diberikan secara berkala agar para pengambil keputusan memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap industri penjaminan. DPS juga perlu memiliki wawasan bisnis yang lebih luas agar dapat mengintegrasikan kepatuhan syariah dengan keberlanjutan bisnis perusahaan.
Lebih lanjut, penguatan sistem pengawasan dan audit internal menjadi langkah penting dalam memastikan kepatuhan terhadap fiduciary duty. Perusahaan perlu mengadopsi teknologi dalam sistem pengawasan guna mendeteksi potensi pelanggaran lebih awal. Selain itu, mekanisme audit independen dapat membantu mengidentifikasi kelemahan dalam tata kelola perusahaan dan memberikan rekomendasi perbaikan yang efektif.
Di penjaminan syariah, optimalisasi peran DPS menjadi hal yang mendesak. DPS harus diberi wewenang lebih besar dalam pengambilan keputusan strategis, terutama dalam menentukan akad yang digunakan dan mekanisme pengelolaan dana tabarru’. Koordinasi yang lebih erat antara DPS, OJK, dan DSN-MUI juga perlu ditingkatkan guna memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan tetap sesuai dengan prinsip syariah.
Fiduciary duty dalam industri penjaminan, baik konvensional maupun syariah, merupakan elemen kunci dalam membangun ekosistem keuangan yang transparan, akuntabel, dan berkelanjutan. Dalam penjaminan konvensional, fiduciary duty menekankan kepatuhan terhadap prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG) serta regulasi yang berlaku. Sementara itu, dalam penjaminan syariah, fiduciary duty juga melibatkan pengawasan syariah yang ketat oleh DPS guna memastikan setiap transaksi sesuai dengan prinsip syariah dan fatwa yang berlaku.
Keberhasilan implementasi fiduciary duty akan memastikan industri penjaminan dapat berkontribusi dalam mendukung stabilitas sistem keuangan nasional dan memperkuat peran penjaminan syariah sebagai solusi keuangan yang adil dan sesuai dengan prinsip syariah.
Daftar Referensi yang relevan
Regulasi dan Peraturan yang Berlaku.
- Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan
Mengatur tata kelola dan operasional perusahaan penjaminan serta mekanisme pelaksanaan kewajiban fidusia. - Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK)
Menyediakan kerangka regulasi terbaru dalam sektor keuangan, termasuk industri penjaminan. - Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) kaitan Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjaminan
Mengatur persyaratan permodalan, manajemen risiko, dan kepatuhan tata kelola perusahaan dalam industri penjaminan. - Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI):
Fatwa DSN-MUI No. 39/DSN-MUI/X/2002 tentang Penjaminan Syariah
Menjelaskan konsep penjaminan syariah dan akad yang digunakan.
Sumber Akademik dan Studi Keuangan
- Good Corporate Governance dalam Industri Keuangan
- Bank Indonesia (2013). Pedoman Good Corporate Governance di Industri Keuangan.
- Islamic Financial Services Board (IFSB) Standards on Governance in Takaful and Guarantee Companies
- IFSB-10: Guiding Principles on Shari’ah Governance Systems for Institutions Offering Islamic Financial Services.
Tinjauan Fiduciary Duty dalam Industri Keuangan Syariah
- Iqbal, M., & Mirakhor, A. (2013). Islamic Finance: Theory and Practice.
- Tata Kelola dan Pengawasan dalam Industri Penjaminan
- Studi Perbandingan Tata Kelola Penjaminan Konvensional dan Syariah
Hasan, Z. (2014). Shari’ah Governance in Islamic Financial Institutions.
Jurnal dan Laporan Industri
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) – Laporan Statistik Industri Penjaminan
Menyediakan data tahunan tentang kinerja perusahaan penjaminan dan penerapan regulasi. - World Bank – Report on Financial Inclusion and Credit Guarantee Schemes
Studi global tentang skema penjaminan dan tantangan dalam implementasinya. - Deloitte (2020) – Risk Management in Financial Institutions
Laporan mengenai implementasi manajemen risiko dan fiduciary duty dalam industri jasa keuangan. - Islamic Development Bank (IDB) – Governance in Islamic Financial Institutions
Menganalisis implementasi tata kelola di institusi keuangan syariah.
Referensi di atas memberikan landasan teoretis dan empiris yang kuat untuk memahami fiduciary duty dalam industri penjaminan, baik konvensional maupun syariah.
Regulasi domestik dan standar internasional dari DSN-MUI, OJK, IFSB, serta studi dari lembaga global seperti World Bank dan Islamic Development Bank semakin menegaskan pentingnya tata kelola perusahaan yang baik dalam menjaga keberlanjutan industri penjaminan.
Kiranya tulisan ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan menjadi bahan diskusi konstruktif untuk memahami fiduciary duty lebih dalam di industri penjaminan, baik dari perspektif etika bisnis, regulasi, dan prinsip syariah.
Tabayyun.
Wallahu A’lam Bhisawab.
Jazakumullah khairan katsiran.
Fastabiqul khairat.
Aamiin Ya Rabbal Alamin.
Disusun dari berbagai sumber referensi oleh dsa.
- Ketua Bidang Penjaminan Kredit UMKM dan Koperasi RGC FIA UI.
- Ketua Komite Tetap Penjaminan, Asuransi, Dana Pensiun KADIN INDONESIA Bidang FMIK (Fiskal, Moneter, Industri Keuangan).
16032025.