
Jika dalam kolom sebelumnya kita telah membahas bagaimana cara mengenali dan mencermati untung dan rugi berinvestasi pada UMKM melalui fintech securities crowdfunding (SCF), maka kolom kali ini kita akan mengulas tentang bagaimana mengenali dan mencermati aspek kesyariahan berinvestasi pada UMKM yang menerapkan prinsip syariah yang listing pada fintech SCF yang berbasis syariah.
Investasi syariah melalui platform SCF syariah menawarkan peluang yang menarik bagi investor yang ingin memadukan keuntungan finansial dengan prinsip-prinsip syariah. Ada keuntungan yang bersifat intangible tapi cukup prinsiple bagi pemodal syariah, yaitu memperoleh keberkahan dalam harta yang diinvestasikan.
Tak peduli besar atau kecil imbal hasil yang diperoleh yang terpenting ada unsur keberkahan. Bahkan di setiap akad disebutkan jika bisnis mengalami kegagalan, pemodal pun harus siap menghadapi potensi kehilangan modal dengan kata lain pemodal harus rela menanggung porsi risiko dari kerugian usaha.
Dalam pemahaman awam konsep keberkahan kerap dikaitkan dengan kemaslahatan, keselamatan dunia akhirat, ketenangan jiwa dan menjauhkan diri dari bala dan marabahaya. Oleh karena itu sebelum investasi penting untuk kita ketahui apa saja yang harus dicermati karena jika salah memilih investasi syariah tidak saja merugi malah bisa tidak memperoleh keberkahan.
Kecenderungan Minat Investasi Syariah
Jumlah penerbit UMKM fintech SCF telah mengalami pertumbuhan selama 5 tahun terakhir, baik penerbit UMKM berjenis usaha konvensional maupun syariah. Menurut data ALUDI tahun 2024 Q1, jumlah penerbit fintech SCF per Q1 (Maret) 2024, terdapat 655 penerbit dengan 389 penerbit UMKM berjenis usaha konvensional atau sebesar 59,39% dan 266 penerbit UMKM usaha syariah atau sebesar 40,61%. Jumlah kedua jenis usaha penerbit UMKM tersebut boleh dibilang cukup berimbang. Hal ini menandakan bahwa penerbit UMKM dengan jenis usaha syariah cukup banyak yang memanfaatkan akses permodalan melalui fintech SCF.
Dalam sebuah riset yang dilakukan terhadap responden pemodal syariah pada platform fintech SCF berbasis syariah di kota Depok pada dalam rentang April-Mei 2024. Diperoleh hasil survey dari 43 orang esponden, Dimana sebanyak 30,9% responden menyatakan ketertarikan berinvestasi di fintech SCF syariah karena alasan UMKM penerbit menerapkan kegiatan usaha syariah. Minat dan ketertarikan lain seperti ketertarikan imbal hasil yang ditawarkan sebesar 26,3%, mengenal produk/brand penerbit UMKM 22,2%, sebagai konsumen produk penerbit UMKM 13,4%, sebagaii mitra penerbit UMKM 6,1%, dan lainnya sebesar 1,1%.
Perhatikan Prinsip Syariah
Prinsip-prinsip syariah seperti larangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi) tadlis, dharar (membahayakan/ merugikan), risywah, haram, zhulm dan maksiat harus menjadi perhatian paling awal dalam investasi syariah. Investor perlu memastikan bahwa investasi yang mereka pilih benar-benar telah mematuhi prinsip-prinsip ini.
Prinsip syariah tersebut merupakan prinsip dasar yang harus dicermati pada semua jenis penawaran produk investasi syariah termasuk produk keuangan yang ditawarkan perbankan syariah, atau produk yang ditawarkan oleh lembaga non keuangan, seperti properti, paket ibadah haji/umroh atau kegiatan keagamaan lainnya. Penawaran produk investasi atau produk barang/jasa yang dibungkus kemasan syariah kerap membuat masyarakat awam terkecoh dan percaya begitu saja.
Indikator larangan prinsip syariah di atas kadang dikalahkan dengan irasionalitas logika investasi dimana investor harusnya sadar bahwa tingkat imbal hasil yang tinggi terkandung risiko yang tinggi pula atau high return, high risk. Inilah alasan kenapa pemahaman prinsip syariah harus dibarengi juga dengan pengetahuan dasar investasi yang benar.
Kenali Instrumen Investasi Terlebih dahulu
Surat berharga yang ditawarkan penerbit UMKM dalam platform fintech SCF terdiri dari saham syariah dan sukuk. Saham syariah sebagaimana ditetapkan dalam fatwa DSN No 135/DSN-MUI/V/2020 tentang Saham, adalah efek atau surat berharga berbentuk saham yang memenuhi ketentuan dan kriteria berdasarkan prinsip syariah. Saham syariah merupakan bukti kepemilikan modal pada perusahaan dimana pemegang saham atau pemodal akan mendapatkan keuntungan berupa dividen atau nisbah bagi hasil keuntungan bersih perusahaan dan berpeluang mendapatkan capital gain jika saham miliknya diperdagangkan di pasar sekunder.
Lebih lanjut pemodal juga harus mencermati ketentuan mengenai batas penggunaan utang dan pendapatan non halal dalam kegiatan usaha penerbit UMKM. Berdasarkan fatwa di atas, total utang penerbit saham syariah yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset, tidak boleh lebih dari 45% dan total pendapatan non halal dibandingkan dengan total pendapatan usaha dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10%. Oleh karenanya calon pemodal perlu untuk memahami laporan keuangan penerbit UMKM yang disajikan dalam laman portal atau platform fintech SCF.
Surat berharga lainnya yaitu sukuk. Menurut Fatwa DSN Nomor 137 Tahun 2020 tentang Sukuk. Sukuk adalah surat berharga syariah (efek syariah) berupa sertifikat atau bukti kepemilikan modal yang satuannya bernilai sama dan mewakili bagian kepemilikan yang tidak bisa ditentukan batas-batasnya secara fisik (musya’) atas aset yang mendasarinya (aset sukuk). Aset sukuk dapat terdiri atas asset berwujud, manfaat atas aset berwujud, jasa, aset berupa proyek tertentu dan/atau aset berupa kegiatan investasi atau usaha yang telah ditentukan.
Ada tiga hal yang harus dicermati dari kedua instrumen tersebut. Pertama adalah jenis usaha atau proyek bisnis yang di danai adalah tidak bertentangan dengan prinsip syariah atau harus halal secara syar’i. Kedua, jenis akad yang digunakan baik rukun, syarat dan proses akadnya berpedoman pada prinsip dan ketentuan yang ditetapkan melalui fatwa DSN MUI dimana pelaksanaan pengawasannya dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) fintech SCF syariah masing-masing.
Ketiga, yaitu pemodal harus siap dengan konsekuensi bahwa jika terjadi risiko kegagalan bisnis pada UMKM yang tidak diakibatkan oleh kelalaian pihak syarik atau mitra maka segala kerugian menjadi tanggungan bersama. Konsekuensi ini yang membedakan antara sukuk dengan surat hutang pada instrumen konvensional. Investor siap untung tapi harus siap juga rugi manakala terjadi.
Pahami Jenis Akad yang Ditawarkan
Investor harus memahami beberapa hal dalam investasi syariah terutama mengenai jenis-jenis akad yang digunakan. Akad yang digunakan dalam penerbitan saham ialah akad syirkah (kemitraan) musahamah. Syirkah musahamah merupakan salah satu bentuk pengembangan dari syirkah (kemitraan) ‘inan.
Secara syariah, syirkah ‘inan adalah akad kerjasama diantara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana setiap pihak memberikan kontribusi dana/modal dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai nisbah yang disepakati bersama, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional. Pengalihan modal pada syirkah musahamah ini dapat dilakukan dalam bentuk jual beli saham pada pasar sekunder.
Berbeda dengan saham syariah, sukuk menawarkan 3 jenis akad yaitu akad musyarakah, mudharabah dan musyarakah mutanaqishah (MMQ). Akad musyarakah merupakan akad kerja sama (kemitraan) antara pemodal sebagai pemegang sukuk dengan penerbit atas suatu proyek usaha tertentu di mana setiap pihak (syarik) memberikan kontribusi dana/modal usaha (ra's al-mal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati sesuai besaran modal, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional.
Sementara, akad mudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha antara pemilik modal (shahibul mal) yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola (mudharib) dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai nisbah yang disepakati dalam akad. Terakhir yaitu jenis sukuk musyarakah mutanaqishah (MMQ) yang menggunakan akad musyarakah atau syirkah dimana kepemilikan/nilai aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik/ mitra) dalam suatu usaha akan berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.
Menentukan Pilihan Jenis Surat Berharga dan Akad
Pemahaman mengenai karakteristik surat berharga antara saham syariah dan sukuk dapat menentukan preferensi risiko dan tingkat keuntungan yang diharapkan pemodal berbeda. Tidak ada kriteria mana yang paling baik di antara keduanya tergantung dengan tujuan investasi dan profil risiko pemodal. Demikian juga terkait pemilihan jenis akad, masing-masing akad menawarkan karakteristik kerjasama kepada pemodal untuk bertindak apakah sebagai sahibul mal atau syarik dengan konsekuensi yang berbeda.
Namun tidak perlu khawatir pemodal yang memiliki waktu terbatas untuk terlibat secara teknis mengawasi atau mengambil peran dalam kerjasama bisnis dengan penerbit UMKM dikarenakan antara pemodal dan penyelenggara fintech SCF sejak awal telah terjalin akad wakalah, dimana pemodal sebagai muwakil telah memberikan kuasa atau amanat kepada penyelenggara sebagai wakil untuk melakukan proses due diligence, pendampingan usaha dan pengawasan terhadap penerbit UMKM sepanjang periode investasi. Oleh karenanya, sebagaimana pembahasan kolom sebelumnya pemodal perlu mencari penyelengaara fintech SCF yang bereputasi baik.
Penulis :
Dede Suryanto
Ketua Digital Financial Center Vokasi UI