
UMKM Binaan Jamkrindo
Dalam beberapa tahun terakhir, fintech securities crowdfunding (SCF) atau layanan urun dana (LUD) telah menjadi salah satu pilihan investasi bagi masyarakat yang ingin berinvestasi di Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Minat masyarakat untuk berinvestasi melalui fintech SCF terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dipicu seiring tersedianya akses platform fintech yang memudahkan calon investor untuk mengakses peluang investasi yang sebelumnya sulit dijangkau.
Kemajuan teknologi di sektor fintech SCF telah turut andil meningkatkan kepercayaan dan kemudahan transaksi bagi investor. Tentu saja, dengan dukungan regulasi OJK menjadikan jenis investasi ini punya nilai tambah aspek legalitas. Lebih jauh pertumbuhan minat investasi ini tidak hanya mencerminkan perubahan preferensi investasi tetapi juga menggambarkan potensi besar sumber permodalan alternatif yang dimiliki UMKM dapat mendorong geliat perekonomian di masa mendatang.
Ada 3 jenis efek yang ditawarkan UMKM sebagai penerbit melalui fintech SCF kepada pemodal, yaitu efek bersifat ekuitas atau saham/saham syariah dan efek bersifat utang yaitu obligasi dan sukuk. Adapun jenis fitur efek tersebut serupa dengan efek yang diperdagangkan di pasar modal. Ketiganya menawarkan imbal hasil dan risiko yang berbeda. Investasi pada saham memiliki jangka waktu relatif panjang, berkesempatan mendapatkan dividen yang tidak terbatas seiring kemajuan UMKM, serta dapat diperjualbelikan di pasar sekunder jika nanti tersedia. Sedangkan obligasi dan sukuk menawarkan imbal hasil tetap dengan persentase rate/nisbah tertentu, rata-rata umur investasi kurang dari 1 tahun atau sesuai dengan masa pekerjaan proyek dari pemberi pekerjaan (boheer).
Angka pertumbuhan jumlah investor SCF di Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Data ALUDI (Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia) mencatat jumlah pemodal baik konvensional maupun syariah terus berkembang. Jumlah pemodal per kuartal pertama (Maret) 2024 pada angka 172.060 pemodal yang terdiri dari 129.559 pemodal konvensional dan 42.501 pemodal syariah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam 3 bulan terakhir (Desember 2023 – Maret 2024), terjadi kenaikan pemodal sebesar 0,3% untuk jenis investasi konvensional dan 7,3% untuk syariah dari jumlah pemodal tahun 2023, yaitu dari 129.151 pemodal konvensional dan 39.958 pemodal syariah. Kenaikan jumlah investor ini terus tumbuh dari total 51.540 pemodal sejak 2020, yaitu saat mulai diberlakukannya peraturan OJK No.57/POJK.04/2020 yang menyempurnakan peraturan No. 37/POJK.04/2018 dengan memberikan perluasan jenis efek fintech SCF yang ditawarkan, dari yang hanya satu jenis yaitu saham menjadi tiga jenis yaitu saham, surat utang dan sukuk.
Dengan total dana yang terhimpun dari tahun 2020 hingga Maret 2024 sebesar Rp 1.391 triliun lebih, pemodal fintech SCF terus menyebar di seluruh wilayah Indonesia dengan urutan populasi pemodal terbesar yaitu, pulau Jawa dengan jumlah pemodal terbesar Jawa Barat, Sumatra dengan pemodal terbanyak Sumatera Utara. Lalu Kalimantan dengan mayoritas pemodal Kalimantan Timur, kemudian Sulawesi dengan mayoritas pemodal dari Sulawesi Selatan, selanjutnya disusul masing-masing oleh Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Papua dan wilayah lainnya.
Berdasarkan penelitian motivasi yang melandasi keputusan pemodal antara lain, UMKM kadang menawarkan potensi keuntungan yang lebih kompetitif dibandingkan dengan jenis investasi mainstream. Kemudian, dari aspek risiko, investasi pada UMKM relatif lebih terukur risikonya karena pemodal umumnya lebih bisa mengamati langsung peluang dan risiko bisnis UMKM, sehingga investor cenderung berinvestasi pada UMKM yang telah mereka kenal baik, pengguna produk (investor as customer), adanya pertalian keluarga, pertemanan dan lainnya, atau adanya kesamaan wilayah atau asal daerah/kota (Hornuf dkk, 2022). Sehingga hal ini menimbulkan ikatan dan trust yang lebih baik dari pemodal terhadap UMKM.
Ada hal yang berbeda dibanding dengan investasi pada umumnya, investasi pada UMKM memberikan tambahan keuntungan non financial atau intangible benefit antara lain kepuasan emosional, meningkatkan SROI, kampanye kelestarian lingkungan, nilai kebangsaan, kedekatan lokalitas, dan rasa bangga turut memajukan ekonomi lokal. Sebut saja benefit yang ditawarkan beberapa Fintech SCF yang belum lama meramaikan industri fintech SCF, seperti Danamart yang menawarkan berinvestasi pada proyek yang berwawasan ESG, Urun RI investasi pada proyek yang menerapkan prinsip syariah, Fulusme yang mengusung nilai Indonesia serta ada 35 fintech SCF lain yang berijin dan diawasi OJK yang memiliki tema investasi bervariasi.
Alasan lain, pemodal juga tertarik dengan bisnis UMKM karena UMKM dalam mengembangkan inovasi dan kreativitas mereka, sering mengundang investor secara informal untuk mendapatkan ide-ide baru dan segar. Seperti yang dilakukan pengusaha café Kopi Loer di Palembang yang kerap berdiskusi santai dengan pemodal yang singgah sambil menyeruput secangkir kopi yang nikmat. Pemodal juga menaruh harapan besar apabila bisnis UMKM berkembang dan bahkan sampai listing di bursa (go public) mereka berharap akan mendapat keuntungan yang maksimal.
Investasi pada UMKM sebenarnya memiliki andil terhadap kemajuan UMKM Indonesia dalam jangka panjang seiring dengan berkembangnya bisnis UMKM yang didanai. Hal ini tentu saja akan memiliki dampak positif pada kesejahteraan masyarakat dan perekonomian lokal. Beberapa UMKM yang feasible but unbankable kini memiliki kesempatan untuk memperoleh sumber permodalan alternatif melalui fintech SCF. UMKM menjadi terbantu mendapatkan pendanaan yang diperlukan untuk ekspansi dan pengembangan usaha, Sehingga UMKM dapat semakin fokus dalam mengembangkan bisnis dan berpotensi membuka lapangan kerja yang lebih luas bagi masyarakat setempat.
Penulis :
Dede Suryanto
Ketua Digital Financial Center Vokasi Universitas Indonesia