KeuanganOnline.id, JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKB Abdul Kadir Karding menilai, persoalan yang dihadapi Papua haruslah dilihat dari aspek atau pendekatan kesejarahan dan kebudayaan yang terjadi di sana.
Bahkan, kata Karding, sebenarnya Papua sejak lama menginginkan kehidupan yang damai. Hanya saja, isu-isu tentang HAM dan diskriminasi kerap dipropandakan oleh aktivis dari organisasi Papua merdeka.
“Persepsi ini mulai diotak-atik oleh kalangan aktivis Papua merdeka,” kata Karding saat diskusi bertema ‘Indonesia Melihat Papua Nan Jauh di Sana’ yang diselenggarakan Ikatan Jurnalis Universitas Islam Negeri (IJU) Jakarta melalui virtual, Senin (29/6/2020).
Karding menuturkan, bicara proses diplomasi yang pernah ada di Papua, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dianggap sebagai tokoh yang melakukan pendekatan kebudayaan dan persuasif. Gus Dur berani membuka ruang dialog yang sebelumnya belum pernah dilakukan, termasuk dengan pimpinan gerakan Papua Merdeka. Gus Dur memprioritaskan untuk membangun rasa saling percaya dengan rakyat Papua dan rakyat Papua bisa menyampaikan keresahannya.
“Sehingga, peran Gus Dur ini diteruskan oleh pemerintahan berikutnya, termasuk yang dilakukan pemerintahan Jokowi sejak periode pertama. Menurutnya, di era Jokowi, pemerintah sangat serius menyelesaikan masalah Papua secara tuntas,” jelas Karding.
Secara simbolik, disebutnya ada perhatian serius dari pemerintahan Jokowi terhadap Papua. Dalam hal ini, pemerintah dianggap massif melakukan percepatan konektivitas di Papua, mulai dari jalur darat, laut dan udara. Termasuk kebijakan BBM satu harga.
“Political will Jokowi cukup luar biasa, ditambah ada perhatian serius. Adanya UU Otsus adalah bagian dari kompromi politik pemerintah terhadap Papua,” ujar Karding.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mencermati bahwa seluruh pendekatan telah dilakukan terhadap Papua baik dari sisi kebijakan nasional maupun daerah.
“Hanya, pendekatan ini harus ditopang dengan iklim atau kran demokrasi yang lebih luas. Hal ini terbukti dari sisi penempatan dan penunjukkan putra asli daerah Papua untuk menempati posisi strategis dan jabatan penting di sana masih kurang,” ungkap Karyono.
Lebih lanjut, Karyono mengatakan, kasus di Papua bukan lagi merupakan persoalan rakyat Papua. Persoalan terbesar justru muncul dari kalangan elit, atau dengan kata lain konflik muncul antara elit dengan elit yang berkepentingan.
“Dugaan kuat, adanya konspirasi yang dimunculkan kalangan kelompok berkedok KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata,red), propaganda untuk memecah belah rakyat Papua,” jelasnya.